Konflik 3 bersaudara akibat hibah Ayah yang tidak merata

Dalam kehidupan keluarga, niat seorang ayah membahagiakan anak-anaknya melalui pemberian harta sering kali menjadi simbol kasih sayang. Namun tanpa pemahaman syariat yang memadai, niat baik tersebut terkadang justru menimbulkan masalah yang rumit di kemudian hari.

ASET KELUARGA

Tim SWM

7/15/20253 min read

Demikianlah yang terjadi pada keluarga Bapak Rahman (nama samaran), seorang ayah yang telah wafat. Beliau meninggalkan tiga orang anak: seorang anak laki-laki (sulung) dan dua orang anak perempuan. Semasa hidupnya, Bapak Rahman telah menghibahkan berbagai aset kepada anak-anaknya:

Penerima Nilai Hibah Jenis Aset

Anak Sulung Rp1,8 M Moge & Tanah

Anak Tengah Rp1,2 M Moge & Tanah

Anak Bungsu Rp9 M Lahan Produktif & Strategis

Aset hibah kepada anak sulung dan anak tengah telah diserahterimakan secara nyata, bahkan sebagian telah dibalik nama. Berbeda halnya dengan anak bungsu, yang hanya menerima janji lisan akan lahan produktif, sementara seluruh dokumen masih dipegang Bapak Rahman hingga beliau wafat. Lahan tersebut pun tetap dikelola langsung oleh rahimahullah semasa hidupnya.

Konflik Mulai dari Rasa Ketidakadilan

Permasalahan mulai muncul setelah Bapak Rahman wafat. Anak bungsu merasa lahan produktif yang dahulu dijanjikan ayahnya adalah haknya sebagai hibah. Ia ingin agar lahan tersebut segera diakui sebagai miliknya secara penuh.

Di sisi lain, anak sulung yang mulai mempelajari ilmu syariat berpendapat bahwa hibah tidak sah jika hanya sebatas lisan/ucapan, tanpa serah terima nyata. Baginya, lahan produktif tersebut menjadi bagian harta warisan yang harus dibagi sesuai ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Anak tengah, yang selama ini lebih dekat dengan adik bungsunya, mendukung agar lahan produktif diberikan sebagai hibah, sekaligus merelakan porsi keadilannya. Namun di balik dukungan itu, muncul pula rasa kecewa terhadap anak sulung yang dinilai jarang menengok sang ayah semasa sakit, tetapi kini menjadi pihak paling vokal dalam mengatur pembagian harta.

Diskusi internal keluarga beberapa kali dilakukan namun mengalami dead-lock, suasana kian memanas, dan hubungan tiga bersaudara pun mulai merenggang.

Menghadirkan SWM Sebagai Penengah Objektif

Dalam kondisi tersebut, keluarga akhirnya sepakat membawa permasalahan ini ke SWM untuk mendapatkan pandangan objektif berdasarkan syariat Islam, sekaligus menghindari potensi sengketa berkepanjangan. Melalui serangkaian kajian dan musyawarah, tim SWM memaparkan prinsip dasar hibah dalam Islam:

  1. Hibah dinyatakan sah jika telah terjadi qabdh hakiki (serah terima nyata) atau qabdh hukmi (serah terima konstruktif). Hibah yang hanya berupa ucapan tanpa penguasaan fisik atau administratif belum dianggap mengikat.

  2. Berdasarkan riwayat dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan agar seorang ayah berlaku adil dalam pemberian kepada anak-anaknya (HR. Bukhari & Muslim).

Dalam kasus 3 bersaudara ini, maka:

  • Hibah kepada anak sulung dan tengah pada dasarnya dinyatakan sah, sebab aset telah diserahkan dan digunakan masing-masing.

  • Hibah kepada anak bungsu belum dianggap sah menurut syariat, sehingga lahan produktif tersebut terhitung sebagai harta waris yang harus dibagi atau memberlakukan pemerataan nilai hibah untuk setiap anak berdasarkan akumulasi nilai hibah.

Namun, SWM tidak hanya berhenti pada pemaparan hukum..

Menemukan #JalanKeluar: Musyawarah untuk Keadilan

Demi menjaga keharmonisan sekaligus memuliakan niat baik Bapak Rahman semasa hidup, SWM mengarahkan 3 bersaudara ini untuk duduk bersama dan mengevaluasi pembagian hibah yang telah terjadi. Berdasarkan asas keadilan, nilai hibah untuk masing-masing anak seyogianya dapat diseimbangkan. Dari data awal, terjadi ketimpangan:

Penerima Nilai Hibah Awal Acuan Pemerataan Selisih

Anak Sulung Rp1,8 M Rp4 M (Rp2,2 M)

Anak Tengah Rp1,2 M Rp4 M (Rp2,8 M)

Anak Bungsu Rp9 M Rp4 M Rp5 M

Dari sinilah SWM membantu 3 bersaudara tersebut merumuskan opsi solusi:

  1. Anak bungsu memberikan kompensasi finansial kepada kedua saudaranya sesuai selisih nilai. Atau,

  2. Anak sulung dan tengah memberikan keridaan atas kekurangan nilai hibahnya (dapat diberikan sepenuhnya atau dengan nilai tertentu), dengan tetap mencatat kesepakatannya agar tidak muncul perselisihan di kemudian hari.

Alhamdulillah, melalui pendampingan SWM, ketiganya mencapai mufakat. Lahan produktif akhirnya diberikan kepada anak bungsu, disertai mekanisme kompensasi yang disepakati bersama, sehingga terwujud keadilan serta terjaganya persaudaraan.

Jangan Biarkan Hibah Menjadi Benih Sengketa

Banyak keluarga menduga pemberian semasa hidup hanyalah soal cinta ayah kepada anak-anaknya. Padahal jika tidak cermat, hibah dapat menjadi sumber perselisihan yang panjang. Dalam Islam, hibah wajib adil dan benar-benar jelas agar tidak menzalimi satu sama lain.

Jika Anda menghadapi situasi serupa —baik terkait hibah, waris, maupun aset usaha keluarga— Muamalah United bersama SWM siap membersamai Anda menyelesaikannya dengan prinsip syariah yang objektif, adil, dan menenteramkan, sekaligus menjaga kerahasiaan penuh demi kehormatan keluarga.

Sampaikan permasalahan Anda, insyaa Allah kami hadir untuk mencari solusi yang berkah.